Komisi I DPRD Kepulauan Meranti Bahas Regulasi Tenaga Honorer dan PPPK ke BKN Regional XII Riau

Komisi I DPRD Kepulauan Meranti Bahas Regulasi Tenaga Honorer dan PPPK ke BKN Regional XII Riau

Spread the love

Komisi I DPRD Kepulauan Meranti Bahas Regulasi Tenaga Honorer dan PPPK ke BKN Regional XII Riau

SELATPANJANG – Detikappi.com

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Meranti melakukan kunjungan kerja ke Kantor Regional XII Badan Kepegawaian Negara (BKN) Provinsi Riau. Kunjungan ini dilaksanakan sebagai langkah tindak lanjut dari berbagai regulasi terbaru pemerintah pusat terkait tenaga honorer, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu, serta mekanisme pengangkatan pegawai non-ASN di lingkungan pemerintahan daerah.

Pertemuan yang berlangsung di lantai 2 Ruang Rapat Kanreg BKN XII itu berlangsung dalam suasana serius namun penuh keakraban. Rombongan Komisi I DPRD Kepulauan Meranti dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I, H. Hatta, didampingi Wakil Ketua DPRD Antoni Shidarta, Wakil Ketua Komisi I T. Zulkenedi Yusuf, Sekretaris Komisi I Dyan Desemanengsih, serta anggota komisi lainnya yakni TK. Mohd Nasir, Siswanto, Jonny Katan, Eka Yusnita, H. Idris, dan Noli Sugiharto.

Kedatangan rombongan disambut langsung oleh Indra Jaya, SE., M.Si, Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Regional XII BKN, bersama jajaran tim teknis BKN. Dalam pertemuan itu, pihak BKN menyampaikan berbagai kebijakan terbaru yang tengah disiapkan pemerintah terkait status tenaga honorer dan arah kebijakan rekrutmen ASN ke depan.

Melalui kunjungan ini, DPRD Kepulauan Meranti berharap dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai regulasi kepegawaian terkini, sehingga dapat memperkuat peran pengawasan serta memberikan rekomendasi yang konstruktif bagi Pemerintah Kabupaten dalam menata manajemen aparatur sipil negara secara lebih baik dan sesuai ketentuan perundangan.

Rapat kerja antara Komisi I DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti dan pihak Kantor Regional XII Badan Kepegawaian Negara (BKN) Provinsi Riau berlangsung hangat dan penuh makna.

Suasana ruang rapat di lantai 2 Kanreg BKN XII Riau terasa hidup ketika Antoni Shidarta, Wakil Ketua DPRD Kepulauan Meranti, membuka pertemuan dengan sambutan mewakili rombongan legislatif daerah tersebut.

Dalam nada tegas namun tetap diplomatis, Antoni menjelaskan latar belakang dan tujuan kunjungan kerja mereka ke BKN. Ia menegaskan bahwa kehadiran DPRD bukan sekadar formalitas, tetapi membawa aspirasi nyata dari para tenaga honorer di Kabupaten Kepulauan Meranti yang selama bertahun-tahun mengabdi tanpa kepastian status.

“Kami datang ke BKN membawa suara masyarakat dan tenaga honorer dari Kabupaten Kepulauan Meranti. Mereka sudah puluhan tahun mengabdi, sebagian tanpa kepastian, sebagian lagi bahkan tidak masuk dalam database nasional. Kami ingin mendapatkan penjelasan konkret—bukan sekadar normatif—tentang peluang mereka untuk diangkat atau sekurangnya mendapatkan status hukum yang pasti,” ujar Antoni.

Ia juga menekankan pentingnya adanya kebijakan yang adaptif dan realistis dari pemerintah pusat, mengingat kondisi keuangan daerah seperti Meranti yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbatas.

“Kami juga berharap ada fleksibilitas dalam kebijakan pusat, karena kondisi daerah seperti Meranti dengan PAD yang minim tentu tidak bisa disamakan dengan daerah besar,” tambahnya.

Kunjungan tersebut diharapkan dapat membuka ruang dialog konstruktif antara pemerintah daerah dan BKN, sehingga nasib ribuan tenaga honorer di Kepulauan Meranti dapat memperoleh kejelasan status kepegawaian serta perlindungan hukum yang lebih baik.

Pernyataan tegas dari rombongan Komisi I DPRD Kepulauan Meranti mendapat sambutan positif dari pihak Kantor Regional XII Badan Kepegawaian Negara (BKN). Pertemuan yang berlangsung di ruang rapat lantai 2 Kanreg BKN XII Riau itu berjalan dalam suasana terbuka dan penuh kehati-hatian, mengingat isu tenaga honorer yang dibawa oleh DPRD menyangkut nasib ribuan pengabdi di daerah.

Indra Jaya, Kepala Bagian Tata Usaha Kanreg BKN XII, membuka tanggapan awal dengan menyampaikan apresiasi atas inisiatif DPRD Meranti yang datang langsung untuk memperjuangkan nasib tenaga honorer.

“Kami menyambut baik aspirasi ini. BKN memahami bahwa permasalahan honorer memang kompleks, apalagi di daerah kepulauan seperti Meranti. Silakan kita bahas bersama agar semua pihak mendapatkan pemahaman yang sama terhadap regulasi yang berlaku,” ujarnya.

Usai tanggapan itu, suasana rapat semakin serius ketika Ketua Komisi I DPRD Meranti, H. Hatta, memulai sesi tanya jawab. Dengan nada tegas namun tetap berimbang, ia menyoroti persoalan ketimpangan antara data tenaga honorer di lapangan dan database nasional BKN.

“Kami menemukan banyak tenaga honorer di Meranti yang telah mengabdi belasan tahun, tapi namanya tidak muncul dalam database nasional. Bahkan, ada yang sudah ikut seleksi CPNS, tapi ketika dicek ternyata tidak terdaftar di basis data BKN. Kami ingin tahu, apakah ini murni karena kesalahan administrasi di daerah, atau memang sistem BKN tidak mengakomodir mereka?” tanya Hatta.

Tak berhenti di situ, Hatta juga mempertanyakan peluang bagi tenaga honorer yang belum tercatat untuk tetap mendapatkan kesempatan melalui mekanisme PPPK paruh waktu.

“Yang paling penting, apakah ada ruang kebijakan agar mereka ini bisa tetap dipertimbangkan melalui jalur paruh waktu?” tambahnya.

Pertanyaan itu menjadi pembuka diskusi panjang antara DPRD dan pihak BKN mengenai regulasi terbaru terkait pengangkatan tenaga non-ASN, sekaligus memperlihatkan komitmen DPRD Meranti dalam mencari solusi konkret, bukan sekadar menyalurkan aspirasi formalitas.

Menanggapi beragam pertanyaan dari Komisi I DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, pihak Badan Kepegawaian Negara (BKN) Kanreg XII Riau memberikan penjelasan mendetail mengenai kondisi terkini regulasi pengelolaan tenaga non-ASN di Indonesia.

Alek, perwakilan dari BKN yang hadir dalam pertemuan itu, menjelaskan bahwa keterbatasan data honorer bukan hanya terjadi di Meranti, tetapi juga di banyak daerah lain. Ia menguraikan bahwa BKN saat ini terikat oleh regulasi dari pemerintah pusat yang membatasi ruang gerak dalam menambah data baru.

“Pak Ketua, permasalahan ini memang banyak terjadi di berbagai daerah. Berdasarkan ketentuan terakhir dari KemenPAN-RB melalui Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2023, data tenaga non-ASN telah dikunci per tahun 2022.

BKN tidak bisa menambahkan nama baru di luar database yang sudah divalidasi. Namun, bagi yang sudah masuk database dan mengikuti seleksi, tetap bisa melanjutkan statusnya. Sedangkan yang di luar database, kami sarankan agar pemerintah daerah mengusulkan melalui jalur PPPK Paruh Waktu apabila regulasinya memungkinkan,” jelas Alek.

Penjelasan tersebut disimak dengan seksama oleh seluruh anggota DPRD. Namun suasana rapat menjadi lebih emosional ketika Noli Sugiharto, anggota Komisi I DPRD Meranti, menyampaikan suara hati masyarakat yang selama ini menggantung nasibnya pada status honorer.

Dengan nada yang berat namun sarat empati, Noli menggambarkan bagaimana ratusan tenaga honorer di Meranti tetap setia bekerja meski digaji rendah, bahkan kadang tanpa bayaran.

“Saya ingin menegaskan, Pak. Di Meranti, ada ratusan tenaga honorer yang hingga kini tidak jelas nasibnya. Dulu mereka digaji hanya tujuh ratus ribu, bahkan pernah bekerja tanpa honor. Tapi mereka tetap datang, tetap melayani masyarakat, tanpa tahu sampai kapan harus menunggu,” ujarnya dengan nada haru.

Ia menegaskan bahwa masalah ini bukan semata soal administrasi, melainkan persoalan keadilan dan pengakuan atas pengabdian yang telah diberikan selama bertahun-tahun.

“Ini bukan soal administrasi semata, tapi soal keadilan bagi orang yang sudah lama berkorban untuk daerah. Kami mohon agar BKN bisa memberi jalan keluar—jangan biarkan pengabdian mereka berakhir tanpa pengakuan,” tambah Noli tegas.

Pertemuan pun berlanjut dengan pembahasan teknis terkait opsi PPPK paruh waktu serta peluang revisi regulasi yang bisa memberi ruang bagi daerah tertinggal dan kepulauan seperti Meranti.

Diskusi antara Komisi I DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti dan pihak Badan Kepegawaian Negara (BKN) Kanreg XII Riau semakin dinamis ketika pembahasan menyentuh sisi teknis implementasi regulasi dan dampaknya terhadap ribuan tenaga honorer di daerah.

Menanggapi kegelisahan yang disampaikan oleh anggota DPRD sebelumnya, Alek dari BKN kembali menegaskan bahwa lembaganya tetap berkomitmen mencari solusi dalam koridor hukum yang berlaku.

“Kami memahami itu, Pak Noli. Kami sendiri tidak ingin ada tenaga yang tersisih. Tapi kami bekerja berdasarkan data dan regulasi. Meski begitu, kami akan bantu memastikan nama-nama tersebut diverifikasi ulang bila memang pernah diusulkan sebelumnya,” ujar Alek dengan nada hati-hati namun terbuka.

Ia menambahkan, pihaknya tetap berupaya memberikan ruang bagi tenaga honorer yang telah memenuhi ketentuan administratif dan memiliki riwayat pengabdian yang sah.

“Kami sangat memahami kondisi tersebut. Namun semua harus sesuai prosedur. Bagi mereka yang telah terdaftar dan memenuhi syarat, kami pastikan akan tetap mendapatkan kesempatan mengikuti seleksi PPPK Paruh Waktu. Bahkan KemenPAN-RB telah memberi ruang bahwa bagi tenaga honorer yang ikut CPNS tahap 1 dan 2, honornya tetap bisa diperpanjang sampai akhir tahun ini,” jelasnya.

Pernyataan Alek sedikit meredakan ketegangan, namun anggota Komisi I DPRD Meranti, T. Zulkenedi Yusuf, kemudian mengangkat persoalan lain yang tak kalah penting—yakni implikasi kebijakan ini terhadap anggaran daerah (APBD).

Dengan nada cermat dan penuh pertimbangan, ia mengungkapkan kekhawatirannya terkait kesiapan pemerintah daerah menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) menjelang penutupan tahun anggaran.

“Sekarang sudah menjelang bulan November, sementara daerah harus menyiapkan RKA dan postur APBD. Kalau belum ada kejelasan status bagi ratusan tenaga honorer ini, bagaimana kami bisa menganggarkan?” ucap Zulkenedi.

Ia juga menyinggung potensi kekosongan hukum yang bisa mempersulit langkah pemerintah daerah dalam mempertahankan para tenaga honorer tersebut.

“Kami juga ingin tahu, jika sampai akhir tahun belum ada payung hukum dari KemenPAN-RB, apakah pemerintah daerah boleh mengalokasikan mereka di pos outsourcing atau tetap menunggu kebijakan pusat? Jangan sampai mereka diputus begitu saja,” tegasnya.

Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, T. Zulkenedi, atau akrab disapa Anggo itu menyuarakan keprihatinannya terhadap nasib tenaga honorer yang hingga kini belum memiliki kejelasan status. Dalam pertemuan bersama pihak BKN Regional XII Riau, ia menyoroti kondisi ratusan tenaga honorer yang sudah lama mengabdi namun belum mendapatkan kepastian hukum sebagai aparatur pemerintah.

“Banyak tenaga honorer di Meranti yang sudah bekerja lebih dari dua tahun, bahkan ada yang lebih dari sepuluh tahun. Mereka tentu merasa sedih dan sangat berharap agar status mereka bisa sama dengan rekan-rekan seperjuangan yang sudah berstatus PPPK paruh waktu,” ujar T. Zulkenedi dengan nada prihatin.

Lebih lanjut, ia mengusulkan kemungkinan penerapan skema outsourcing sebagai solusi sementara sambil menunggu kepastian regulasi dari pemerintah pusat.

“Kami juga ingin tahu, jika sampai akhir tahun regulasi tentang permasalahan ini belum juga dibuat oleh MenPAN-RB, apakah bisa mereka dimasukkan ke sistem outsourcing terlebih dahulu sambil menunggu kepastian? Dan ketika regulasi itu sudah ada, apakah mereka yang saat ini berstatus outsourcing bisa diangkat kembali menjadi paruh waktu?” tanya Zulkkenedi.

Pertanyaan tersebut menjadi salah satu sorotan penting dalam rapat kerja tersebut, mengingat banyak tenaga honorer di Meranti yang telah lama berkontribusi dalam pelayanan publik, namun masih berada dalam ketidakpastian status akibat belum adanya regulasi lanjutan dari pemerintah pusat.

Rapat yang berlangsung hampir dua jam itu memperlihatkan upaya serius DPRD Meranti mencari kepastian hukum bagi tenaga honorer di daerah kepulauan yang masih menghadapi keterbatasan fiskal dan birokrasi.

Pertemuan antara Komisi I DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) berlangsung hangat namun penuh dinamika. Dialog yang digelar di Kantor BKN Pusat itu membahas nasib ratusan tenaga honorer di Meranti yang hingga kini belum mendapatkan kepastian status.

Alek, perwakilan dari BKN, menegaskan bahwa pihaknya tetap berpegang pada regulasi yang berlaku.

“Secara prinsip, daerah boleh mengalokasikan kebutuhan tenaga melalui mekanisme outsourcing, tapi statusnya bukan ASN atau PPPK. Kami menyadari ini belum ideal. Namun, sampai regulasi baru keluar, BKN hanya dapat berpedoman pada database 2022. Kami akan terus mendorong KemenPAN-RB untuk memberi ruang transisi bagi daerah-daerah seperti Meranti,” ucapnya.

Menanggapi itu, Ketua Komisi I DPRD Meranti, Hatta, menegaskan bahwa kunjungan mereka bukan sekadar formalitas, melainkan untuk mencari solusi nyata.

“Kami bukan datang sekadar mendengar, tapi untuk mencari solusi. Kami ingin memastikan bahwa mereka yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun tidak hilang haknya hanya karena kelemahan sistem. Kalau data mereka tercecer, kami siap berkoordinasi dengan OPD teknis untuk melengkapi berkas. Tapi mohon BKN dan KemenPAN-RB membuka sedikit ruang kebijakan. Karena bagaimanapun, mereka adalah tulang punggung pelayanan di daerah,” ujarnya dengan nada tegas.

Alek kemudian menanggapi dengan nada diplomatis.

“Kami apresiasi semangat Bapak. Prinsipnya, selama nama-nama tersebut pernah diusulkan, masih ada peluang verifikasi tambahan sebelum Desember. Namun untuk penambahan baru, kami masih menunggu instruksi dari pusat,” katanya.

Wakil Ketua DPRD, Antoni, kembali angkat suara dengan menyoroti persoalan jabatan ganda dan penempatan tenaga honorer yang tidak sesuai dengan SK.

“Di Meranti, banyak tenaga honorer yang dalam SK disebut sebagai petugas kebersihan, tapi faktanya mereka membantu administrasi atau pelayanan publik. Apakah penempatan seperti ini bisa dikoreksi untuk diusulkan ke formasi PPPK?” tanyanya.

Alek pun menjawab dengan lugas,

“Itu tergantung instansi pengusul, Pak. Kalau Pemda mengajukan perubahan jabatan berdasarkan kebutuhan riil, maka bisa kami proses. Kami paham banyak SK lama yang tidak mencerminkan realita kerja,” tukasnya.

Pertemuan tersebut menutup rangkaian kunjungan kerja DPRD Meranti ke BKN, dengan harapan besar agar pemerintah pusat dapat memberikan solusi transisi yang lebih adil bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi di daerah.

Dialog antara Komisi I DPRD Kepulauan Meranti dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) semakin mengerucut pada persoalan spesifik, terutama menyangkut tenaga honorer profesional seperti tenaga medis dan farmasi.

Ketua Komisi I DPRD Meranti, Hatta, menegaskan adanya kasus ketimpangan penempatan yang menimbulkan ketidakadilan bagi para tenaga profesional di daerah.

“Kami bahkan menemukan tenaga honorer yang lulusan Apoteker, sudah 15 tahun bekerja di rumah sakit, tapi SK-nya justru di bagian protokoler. Ini tentu tidak adil bagi profesi medis yang membutuhkan pengakuan profesional,” ulasnya.

Menanggapi hal itu, Alek dari BKN menjelaskan bahwa kasus seperti itu masih dapat diperbaiki.

“Kasus seperti itu masih bisa diperbaiki, Pak. Kalau instansi mengajukan perubahan jabatan sesuai kebutuhan layanan kesehatan, maka bisa ditinjau ulang. Tapi untuk menjadi tenaga penuh waktu, perlu pemetaan jabatan dan ketersediaan formasi,” jelasnya.

Anggota Komisi I, Eka Yusnita, turut menyuarakan pandangannya agar DPRD mengambil langkah politik untuk memperjuangkan nasib para honorer.

“Saya ingin menegaskan, Bapak. Kalau memang aturan tidak memungkinkan perubahan database, apakah DPRD bisa mendorong dibuka kembali kesempatan terakhir? Karena kalau tidak, ribuan honorer akan kehilangan pekerjaan tanpa solusi. Kami ingin tahu peluang bagi sekitar 400-an tenaga honorer yang statusnya belum jelas. Apakah masih bisa diperjuangkan agar masuk kategori PPPK paruh waktu?” ujarnya.

Alek mengapresiasi dorongan tersebut dan menyebut peran DPRD sangat penting dalam advokasi kebijakan ke tingkat nasional.

“Langkah itu sangat tepat, Bu. DPRD memiliki peran politik untuk menyuarakan hal ini di tingkat pusat. BKN siap memberikan data teknis sebagai bahan advokasi jika dibutuhkan oleh Komisi II DPR RI,” ungkapnya.

Ia kemudian menjelaskan bahwa berdasarkan surat edaran terakhir, tenaga honorer terbagi dalam empat kategori prioritas:

Guru atau tenaga pendidik yang telah mengikuti seleksi namun belum mendapatkan formasi.

Tenaga honorer K-II hasil seleksi 2008–2009 yang belum diangkat.

Tenaga yang tercatat dalam database BKN tahun 2022.

Tenaga non-ASN yang telah bekerja minimal dua tahun hingga akhir 2024 dan masih aktif.

“Jika 466 orang di Meranti termasuk kategori keempat dan pernah mengikuti seleksi PPPK, maka masih bisa diusulkan sebagai paruh waktu. Namun jika tidak, maka upayanya perlu dilanjutkan melalui Komisi II DPR RI karena menyangkut kebijakan nasional,” ujarnya menegaskan.

Anggota Komisi I lainnya, Noli Sugiharto, kemudian memastikan kembali peluang tersebut.

“Artinya, peluang masih ada, ya Pak, selama mereka pernah diusulkan dan aktif bekerja? Bagaimana dengan yang tidak sempat mengikuti ujian karena sakit, padahal sudah terdaftar dalam database?” tanyanya.

Alek membenarkan hal itu.

“Benar, Pak. Sepanjang ada bukti keaktifan dan pernah ikut seleksi, masih bisa diverifikasi ulang. Selama mereka terdaftar dan mengikuti proses seleksi administrasi, tetap dianggap sah secara administratif. Kendala kesehatan tidak menggugurkan status keikutsertaan,” tuturnya.

Pertemuan tersebut kembali menegaskan komitmen DPRD Meranti untuk memperjuangkan kejelasan status ratusan tenaga honorer yang telah lama mengabdi, sembari menunggu langkah konkret pemerintah pusat dalam kebijakan transisi tenaga non-ASN.

Setelah melalui dialog panjang dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN), Komisi I DPRD Kepulauan Meranti menegaskan sikap tegas untuk terus mengawal nasib ratusan tenaga honorer yang hingga kini belum memiliki kejelasan status.

Ketua Komisi I, Hatta, menyampaikan bahwa DPRD tidak akan berhenti pada tataran aspirasi, melainkan akan menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut ke tingkat nasional.

“Kami akan menindaklanjuti hasil pertemuan ini. Kami akan mengawal nama-nama tenaga honorer yang masih aktif dan telah lama mengabdi untuk diperjuangkan statusnya. Kami juga akan mencoba berkoordinasi persoalan ini ke Komisi II DPR RI, KemenPAN-RB, dan BKN agar regulasi bisa menyesuaikan kondisi daerah,” ujarnya menegaskan.

Wakil Ketua DPRD Kepulauan Meranti, Antoni, menambahkan bahwa perjuangan ini bukan hanya bersifat administratif, melainkan juga bentuk tanggung jawab moral terhadap para pengabdi daerah.

“Bagi kami, perjuangan ini bukan sekadar administratif, tapi moral. Orang-orang itu sudah mengabdi tanpa pamrih. Kami tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan keadilan status. Terima kasih BKN atas keterbukaannya, semoga kolaborasi ini membawa solusi konkret,” pungkasnya.

Pertemuan ditutup dengan doa dan harapan bersama agar pemerintah pusat dapat mempertimbangkan kondisi unik daerah kepulauan seperti Meranti dalam merumuskan kebijakan nasional terkait tenaga non-ASN. Kedua pihak berkomitmen untuk terus menjaga koordinasi dan memperjuangkan keadilan bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi di daerah.

 

Lindoajie

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *